Fenomena Dentuman di Langit Cirebon Diduga Akibat Meteor Berukuran 3–5 Meter, BRIN: Terjadi di Arah Barat Daya Laut Jawa
Portal Media Kota Cirebon — Masyarakat di wilayah Cirebon dan Kuningan dihebohkan oleh suara dentuman keras disertai kemunculan bola api melintas di langit pada Senin (6/10/2025) sore. Fenomena tersebut sempat viral di media sosial setelah sejumlah warga merekam cahaya terang yang melintas cepat di langit bagian barat daya Cirebon.
Menurut hasil analisis Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Thomas Djamaluddin, dentuman dan cahaya tersebut berasal dari sebuah meteor berukuran sekitar 3–5 meter yang melintas di atmosfer dan pecah di udara.
“Adanya dentuman yang terdengar di wilayah Kuningan dan Kabupaten Cirebon terdeteksi oleh sensor BMKG di Stasiun Geofisika Astanajapura (ACJM) pada pukul 11:39:12 UT atau sekitar 18:39:12 WIB. Getaran tercatat pada arah azimut 221 derajat, atau mengarah ke barat daya,” jelas Thomas melalui analisis tertulis di blog pribadinya, Senin (6/10/2025).
Baca Juga : Nama Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi Batal Diresmikan, KAI Buka Suara
Selain data sensor BMKG, fenomena ini juga terkonfirmasi melalui rekaman CCTV di beberapa lokasi di Cirebon dan Majalengka yang memperlihatkan kemunculan bola api terang di langit sebelum terdengar suara dentuman. Beberapa saksi mata di Tasikmalaya juga melaporkan melihat kilatan serupa di langit bagian barat.
Thomas menambahkan, berdasarkan lintasan cahaya dan waktu kejadian, meteor tersebut kemungkinan besar melintas dari arah barat daya Pulau Jawa menuju Laut Jawa, melewati wilayah udara di atas Kuningan dan Cirebon.
“Berdasarkan fakta-fakta tersebut, dapat disimpulkan fenomena dentuman di Cirebon dan sekitarnya adalah lintasan meteor cukup besar yang melintas dari arah barat daya ke timur laut, sekitar pukul 18.35 hingga 18.39 WIB,” ujarnya.
Meski cukup besar untuk menimbulkan gelombang kejut sonik (sonic boom), Thomas memastikan bahwa meteor tersebut tidak sampai menabrak permukaan bumi dan kemungkinan besar terbakar habis di atmosfer bagian atas. Karena itu, tidak ada laporan kerusakan maupun korban akibat peristiwa ini.
Fenomena ini, menurutnya, mirip dengan peristiwa meteor Bone yang terjadi di Sulawesi Selatan pada 2009. Saat itu, meteor berukuran sekitar 10 meter jatuh dan meledak di udara dengan kekuatan setara 50 kiloton TNT, menimbulkan dentuman keras yang terdengar hingga radius 10 kilometer dan membuat kaca jendela rumah warga bergetar.
“Jika dibandingkan dengan meteor Bone 2009, meteor Cirebon ini jauh lebih kecil, namun cukup besar untuk menimbulkan gelombang kejut dan suara dentuman yang terdengar di beberapa daerah,” kata Thomas.
Ia memperkirakan ukuran meteor yang melintas di langit Cirebon kali ini berkisar antara 3 hingga 5 meter, dengan massa yang cukup untuk menghasilkan ledakan udara ringan (airburst).
Thomas juga menegaskan bahwa fenomena meteor seperti ini adalah hal alamiah yang terjadi beberapa kali dalam setahun di berbagai wilayah dunia. Namun, hanya meteor dengan ukuran besar yang mampu menghasilkan cahaya dan suara yang bisa dirasakan manusia di permukaan bumi.
“Fenomena seperti ini merupakan proses alami ketika benda langit berukuran sedang memasuki atmosfer bumi. Masyarakat tidak perlu khawatir, namun perlu memahami bahwa pengamatan dan pelaporan data seperti ini penting untuk riset kebumian dan antariksa,” tuturnya.
Hingga kini, BMKG dan BRIN belum menemukan sisa material atau fragmen meteor di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Namun, tim peneliti tengah mengumpulkan laporan visual dan sensorik dari berbagai sumber untuk memastikan lintasan dan ketinggian ledakan udara meteor tersebut.